Hobbies

Si Miskin dan Bodoh

Akhir-akhir ini saya banyak mendengar kisah inspiratif para peraih juara olimpiade baik tingkat nasional dan internasional, para peraih beasiswa mancanegara, dan kisah inspiratif lainnya yang menceritakan sepak terjang seorang siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu namun memiliki kecerdasan intelektual yang melebihi siswa-siswa pada umumnya. Saya sangat bangga karena di tengah berita miring tentang Indonesia masih ada para generasi penerus yang berjuang demi kemajuan tanah air ini. Pada tulisan ini saya hanya menambahkan satu pengalaman. Saya tidak akan berbagi pengalaman tentang siswa yang tidak mampu tetapi cerdas, sebaliknya saya berbagi pengalaman tentang siswa yang miskin dan juga bodoh.

Sebut saja nama siswa ini Udin. Saat SMP, Udin memiliki hobi bermain bola dan bermain playstation, sekolah hanyalah rutinitas yang harus dijalankan karena saran orang tua. Hari-hari Udin hanyalah hari untuk menunggu akhir minggu untuk bermain playstation. Udin tidak masuk SMU unggulan karena sering bermain playstation, saat SMU kelas 1 & 2 Udin adalah siswa yang menonjol dari ranking bawah alias murid urutan ke 30 besar dari 40 murid. Kelas 3 Udin bertobat, mengurangi bermain dan sering mengikuti pengajian mingguan. Dari pengajian Udin sering disarankan gurunya untuk menghapal Qur’an, namun tentunya dengan memperbaiki dahulu tahsin dan tartil Qur’an. Udin tinggal bersama neneknya, saat kelas 3 SMU Udin berjualan kue untuk membayar ongkos angkot dari rumah ke sekolah. Prestasi Udin di kelas 3 mulai membaik, sekarang dia masuk 10 besar, dengan nilai UAN matematika 5.22 tetapi Fisika 9.4. Akhirnya Udin memutuskan mengambil Fisika di perkuliahan.

Saat kuliah Udin bekerja sambilan sebagai pengajar privat dan asisten lab. Tahun 2007, saat itu akhir tahun perkuliahan, adalah tahun musibah bagi keluarga Udin. Keluarganya harus kehilangan rumah karena disita + kayak cerita Yusuf Mansur, menyisakan hutang > 1 M. Hampir dipastikan saat itu, secara logika manusia, tak ada lagi untuk biaya anak bersekolah, yang ada hanyalah harapan untuk hidup bahwa esok akan lebih baik dan hutang agar segera terlunasi. Namun Allah Maha baik terhadap Udin, Udin mendapat dana riset mahasiswa dari DIKTI, dengan uang tersebut dia bisa menyeleseikan kuliah S1-nya.

Udin memiliki satu adik wanita dan satu pria, sebutlah yang wanita ‘Wiwit’ dan pria ‘Ujang’. Wiwit dan Ujang saat itu masing-masing kelas 3 SMU dan 3 SMP. Artinya di tahun yang sama mereka akan melanjutkan ke jenjang perkuliahan dan SMU. Hampir dipastikan keduanya putus sekolah karena tidak ada lagi biaya untuk sekolah, untuk hidup saja sulit apalagi sekolah. Segala puji milik Allah, hidup ini bukan oleh logika tapi oleh Allah, tahun 2008 Udin mendapatkan pekerjaan yang cukup untuk membayar kuliah Adenya, Wiwit diterima di ITB dan Ujang diterima di MAN Insan Cendikia yang bayaran sekolah selama 3 tahun digratiskan.

Tahun 2010 Wiwit mulai mendapatkan beasiswa sampai akhir masa perkuliahan S1 dan Udin mendapatkan beasiswa S2 Fisika teori di Polandia. Beasiswa Polandia Udin hanyalah 250 euro per bulan, tanpa tiket pulang-pergi dari dan ke Indonesia. Udin hanya membeli tiket pergi ke Polandia dari uang pesangon kantor, dengan bekal musafir dijamin oleh Allah, bismillah Udin pergi, jikalau mati saat menuntut ilmu berarti syahid. Di Polandia, ternyata Udin harus membayar uang 4000 euro per tahun untuk kuliahnya. Sisihan uang 40 euro dari beasiswa Udin pun tidak cukup untuk membayar uang tersebut. Udin tak patah semangat, Allah pemberi jalan, dengan membuat surat keterangan tidak mampu dari kecamatan di daerah asal Udin dan ditranslate dalam bahasa Inggris uang 4000 euro tersebut didiskon 50%. Diskon tersebut belum tentu didapat di tahun berikutnya, Udin tetap harus membuktikan prestasi akademik Udin. Walaupun Udin sudah mendapatkan 50% diskon, 2000 euro tetaplah berat, namun pertolongan Allah dekat, professor Udin mau membantu dari sakunya sendiri sebesar 1000 euro dan sisa 1000 euronya lagi Udin bayar dari sisihan uang beasiswa perbulan Udin.

Di Polandia Udin bukan murid yang menonjol, dia hanyalah murid yang sering khawatir bagaimana mendapatkan nilai yang baik untuk mendapatkan diskon di tahun berikutnya. Dia hanya bermodal hapalan Qur’an, aduan kepada Tuhan-Nya pada saat berdo’a dan do’a kedua orang tuanya. Segala puji milik Allah, di tahun kedua Udin kembali mendapatkan diskon, seperti biasa Udin membayar 1000 euro dan sisanya meminjam dari temannya yang Udin kembalikan saat Udin sudah menjadi mahasiswa S3 di Max Planck Institute. Yah begitulah, setelah masa sulit S2, pada tahun 2012 Udin bekerja di Max Planck Institute, Dresden, Jerman, yang katanya terkenal dalam sains. Udin sendiri tidak mengerti apa itu Max Planck Insitute, Udin hanya bersyukur murid bodoh dan miskin seperti Udin bisa mencicipi perkuliahan S3 dan bisa bertahan sampai sekarang.

Tahun 2012, Wiwit mendapatkan beasiswa S2 dari Universitas Waseda, Jepang dan Ujang mendapatkan beasiswa Bidik Misi di Institut Teknologi Bandung.  Wiwit mendapatkan gelar S2-nya di tahun 2014 dan berencana melanjutkan ke jenjang S3. Begitu juga Ujang ingin tentunya mengikuti langkah kakak-kakaknya. Begitulah cerita keluarga Udin, Udin tak tahu sejauh mana akan melangkah, tergantung Sutradara kehidupan. Namun tentunya, semiskin dan sebodoh apapun kita, jangan pernah berhenti sekolah, lanjutkan sekolah dan mintalah kepada Allah untuk membiayainya. Jadikan Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman, Insya Allah Allah memberikan dunia-Nya yang tidak bernilai di hadapan-Nya.

Mahasiswa Miskin dan bodoh,

Udin

 

Ibu rumah tangga + bapak rumah tangga.

Sudah lama rasanya saya tidak mencurahkan pikiran di dalam blog ini dikarenakan aktivitas yang berkaitan dengan Fisika. Dalam tulisan ini saya tidak memaparkan mengenai pengalaman hidup, namun saya ingin berbagi tentang dua orang yang luar biasa yang selalu saya rindukan dan saya do’akan. Dikarenakan jarak 10.000 km memisahkan kerinduan, saya ingin melukiskan kata rindu melalui tulisan ini. Ya, ibuku adalah lulusan D3 pendidikan agama Islam, seorang ibu rumah tangga semenjak menikah, artinya tujuan ibu adalah mendidik anak-anak menjadi anak shalih, shalihah dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Dalam tujuannya, ibu menyempatkan banyak waktunya untuk anak-anak, jikalau bekerja, ibu yang mengatur pekerjaan tersebut dan anak adalah no 1. Saat ibu menjadi pengajar di pesantren, ibu sering membawa saya dan adik-adik saya ke kelas. Saat Ibu berhenti jadi pengajar dan banting setir menjadi pedagang, saya, adik-adik saya masih disertakan. Mulai dari usaha makanan, kue, baju, panci, dll sampai saya juga bingung untuk menyebutnya satu per satu pernah dilalui. Sekarang, ibu saya berjualan kue, tahu dan susu murni. Cara berjualan ibu adalah dengan cara silaturahim ke rumah-rumah, dan anakpun sering diikutsertakan. Jadi anak forevah 🙂

Bapak saya adalah lulusan S1 pendidikan agama islam, seorang bapak rumah tangga, artinya dia tidak mau bekerja yang pergi pagi pulang sore menyisakan sedikit waktu dengan anak. Dia lebih memilih diam di rumah, memperhatikan anak dan mendapatkan nafkah dengan cara menjadi makelar. Kalo makelar, pemasukannya tidak per bulan, tetapi jika ada Alhamdulillah, jika tidak, sabarrrrrrrrr. Sekali mendapatkan uang bapak langsung memberikannya pada ibu yang akan ibu putar dalam berdagang. Tapi yang saya salut dari bapak adalah betapa ringannya bapak dalam menolong orang.

Yang namanya punya ibu + bapak wirausaha, ya kehidupan ekonomi keluarga pun wirausaha, naik turun, saking turunnya pada tahun 2008 ibu dan bapak kembali ke rumah mertua indah dikarenakan rumah kami sudah tiada. Saat itu kalo kata ustadz Yusuf mansur, “hutang banyak kerjaan kagak ade” :). Lalu bagaimana dengan biaya anak sekolah? Eh namanya ibu sama bapak rumah tangga itu pekerjaan yang disarankan Allah, ya Allah ngasih jalan. Adik saya yang kedua dapet beasiswa gratis SMU selama 3 tahun dari DEPAG, begitupun adik saya yang pertama masuk kuliah ada juga rejekinya.

4 tahun berselang, Alhamdulillah ketiga-tiganya masih mendapat beasiswa, saya beasiswa doktor di Lembaga ilmu pengetahun Jerman, adik kedua beasiswa S2 di universitas waseda Jepang, dan adik ketiga beasiswa S1 Institut Teknologi Bandung. Subhanallah, begitu dashyat karier sebagai ibu rumah tangga dan bapak rumah tangga, saya sendiri harus benar-benar berjuang jika saya nanti memiliki anak apakah bisa mengulang prestasi sehebat ibu dan bapak rumah tangga yang saya ceritakan.

Yu kita jadi ibu dan bapak rumah tangga, ibu rumah tangga jauh lebih mulia daripada miss world #eh, no offense ya :), bapak rumah tangga jauh lebih mulia daripada Mr. World, #eh emang ada?. Ok deh, sekian dulu ya, moga tulisan ini bermanfaat.

Tulisan untuk ibu dan bapak tercinta.

 

Let Palestine be your energy

Dentuman bom kembali mengguncang jalur Gaza, Palestine, November 2012 mengingatkanku akan kejadian yang sama pada tahun 2009 dan pastinya kejadian ini akan selalu terulang kembali dengan respon berupa KECAMAN dan KUTUKAN. Seleseikah masalah dengan kecaman dan kutukan? tidak wahai saudara-saudaraku. Aku sering mendengar kecaman dan kutukan sejak SMU dan selalu berulang-ulang kembali seakan dunia membisu. Kita pasti lelah dan sedih melihat saudara seiman kita dibantai tanpa ada pembelaan apapun dari negara-negara Islam terdekat, mereka seakan-akan tidak peduli dengan kondisi saudaranya, siapa yang diharapkan OKI?saudi arabia?negara timur tengah?PBB?US?

Saat kuliah aku memasuki sekelompok mahasiswa yang selalu membahas mengenai Palestine, memutar film pembantaiannya sehingga meningkatkan ghirah mereka, mereka pun menjadi semangat berdemo layaknya para pejuang mengutuk Israel. Namun pernahkah terbersit keinginan untuk mengetahui peta dunia Islam internasional tanpa media?apakah terbersit di pikiran kita untuk mengetahui budaya-budaya bangsa Arab dan hidup dengan mereka?pernahkah memiliki keinginan untuk mengetahui dimana akar masalah?dan apa peran kita sebagai solusi bangsa Palestine? Ataukah kita hanya tertarik dengan turun ke jalan berdemo dan mengeluarkan kata-kata kutukan yang kita lakukan setiap kali Israel menyerang Palestine?

Solusi pendek berupa bantuan dana dan do’a memang sangat membantu namun tahukah anda saat Mursi dan Erdogan menengahi masalah ini serentak Israel pun gentar dan mau melakukan gencatan senjata. Lalu siapakah Mursi dan erdogan? Orang yang sering mengutuk dan turun ke jalan?, Untuk diketahui, Mursi pernah menjabat sebagai assistant professor di salah satu universitas terkemuka di US. Bayangkan jika kita memiliki banyak Mursi dan Erdogan layaknya Israel dan sekutunya yang memiliki SDM, sistem perekonomian, dan jaringan hukum international yang sangat mendukung.

Sahabat, aku hanya ingin berbagi tidak cukup marah sesaat, kita pun harus berusaha layaknya rakyat Gaza, Palestine. Kita pun harus berjihad (bersungguh-sungguh) menjadi yang terbaik di bidang kita masing-masing, bagi yang senang usaha, jadilah pengusaha dengan mimpi kita bisa menandingi jaringan pengusaha Zionism, bermimpilah setinggi-tingginya, bagi yang senang di akademik, pergilah keluar wahai sahabat…lihatlah peta umat Islam dan apa permasalahannya, lihatlah kebiasaan mereka yang banyak menduduki posisi penting di universitas dan pemerintahan, lawanlah mereka dengan prestasi kita…mudahkah?tentu tidak, butuh fokus yang tinggi dan pengorbanan layaknya saudara-saudara kita di Gaza. Hidup tak sekedar kuliah, kerja, menikah dan punya anak. Sekolahlah setinggi-tingginya dan pergilah keluar dari Indonesia, perlu pintar? NO, yang kita butuhkan hanyalah mimpi yang mulia dan menjaga hapalan Qur’an. Ayo bergerak wahai pemuda, insya Allah jalan-Nya selalu indah.

ALLOHUAKBAR!!!

Tulisan seorang mahasiswa yang sedang bermusafir di luar

Wildan

Jalan menuju PhD scholarships (tamat)

Semester tiga telah dilalui, tibalah semester akhir yang dimana saya harus menyeleseikan masa studi saya. Bisa dikatakan inilah puncak ujian dan masalah dari dua sisi, segi ekonomi dan segi akademik. Dari segi ekonomi, beasiswa yang saya miliki tidak mencakup tiket kepulangan ke Indonesia, dengan kata lain bila kontrak beasiswa saya selesei saya harus melanjutkan hidup saya dengan mencari kontrak baru. Persoalan menjadi rumit karena iklim lapangan kerja di eropa sedang memiliki masalah dikarenakan krisis yang melanda benua ini, Yunani dan Spanyol sampai memiliki 50% angka pengangguran. Dari segi akademik tentunya kita harus melewati ujian akhir yang membutuhkan konsentrasi penuh untuk melawatinya.

Ada tips dalam menghadapi masalah di atas, karena saya seorang muslim, saya akan membahas solusi ini berdasarkan perspektif pribadi dalam kaca mata Islam. Islam itu artinya pasrah, artinya saat menghadapi masalah semudah dan sesulit apapun, pasrahlah kepada Allah. Dalam bahasa matematis, Allah Tuhan kita 1 dan pasrah itu 0. Nah sekarang bagian memaksimalkan 1 dan 0, tentunya kita semua tahu dengan menggunakan 1 sebagai pembilang dan 0 sebagai penyebut 1/0 = tak hingga. Artinya bagilah Allah hanya dengan kepasrahan kita, dalam kepasrahan itu tidak ada keinginan, bila ada keiinginan, angka 0 tidak berlaku lagi, angka tersebut berubah menjadi 1,2 ,3 dll. Bila hal tersebut terjadi, energi yang dihasilkan tidak berupa tak hingga dan hanya sebuah nilai terbatas.

Kembali ke permasalahan di atas, Rumus ini saya gunakan untuk menyeleseikan masalah saya saat itu. Saya mulai mencari lowongan beasiswa untuk doktorat PhD terlebih dahulu dan seperti biasa menyiapkan aplikasi lalu disebar layaknya melamar setelah lulus S1. Waktu berjalan, akhrnya saya mendapatkan satu respon dari Irlandia. Ujian masuk S3 dilakukan dengan SKYPE dan Alhamdulillah saya lulus. 2 minggu berikutnya saya mendapatkan respon baru dari institusi berbeda, Max Planck Institut di Jerman, untuk Jerman karena lokasinya berdekatan dengan Polandia, mereka mengundang saya langsung untuk interview dan mempresentasikan hasil riset terbaru saya di depan Prof, post doc dan mahasiswa doktorat dalam waktu 1 jam. Setelah itu kita diharuskan mengunjungi setiap staf dalam grup tersebut dan saat inilah ujian sesungguhnya karena kita langsung bertatap muka dan diuji pengetahuan fisika sesungguhnya. 2 minggu kemudian saya dinyatakan lulus. 2 minggu selanjutnya saya mendapatkan respon dari Gdansk, Polandia untuk melanjutkan studi doktorat, ujian dan wawancara melalui Skype. 2 minggu setelah saya ditawarkan juga posisi di Gdanks. Terakhir respon dari Modena, Italia, ujian melalui skype dan saya dinyatakan lulus pula. Begitulah hidup dari 0 sekarang tinggal memilih 4 institusi untuk PhD, Dalam menentukan selalu ikut sertakan orang tua, walaupun mereka tidak tahu menau tentang studi doktorat, tapi pengalaman hidup dan instinct mereka lebih kuat. Di akhir orang tua menyarankan Jerman, Bismillah saya memilih Max Planck Institut.

Persoalan pekerjaan selesei, namun saya sudah sangat rindu bertemu orang tua. Solusi pertama adalah dengan memperkecil jarak tempuh dengan mencari beasiswa sekolah summer di jepang, karena mungkin tiket jepang-indonesia lebih murah daripada indonesia-Poland. Pertolongan Allah ya begitulah, tanggal 5 mei saya menemukan kesempatan beasiswa gratis dari tohoku university untuk melakukan program summer school. Parahnya deadline tutup 7 mei, dan saya langsung bergerak cepat mengirimkan dokumen yang dibutuhkan. Tidak ada ujian, mereka menilai dari kualitas akademik yang kita miliki, akhirnya Alhamdulillah lulus. Solusi pulang kampung mulai mendekati, di akhir saya melobi pihak jepang untuk mengkonversi tiket balik Jepang-Poland menjadi Jepang-Indonesia, dengan sedikit kengototan dan kemampuan meyakinkan pihak Jepang, jawaban akhir “approval”.

Persoalan terumit dalam hidup satu-persatu terseleseikan. Saya mendapatkan 4 tawaran beasiswa doktorat dan 1 beasiswa summer school + ongkos tiket balik ke Indonesia gratis. Secara logika, yang seharusnya membayar itu pihak negara sendiri (Indonesia) atau Poland, namun begitu pertolongan Allah … tidak terduga …bagaimana cara dan dari mana datangnnya. Layaknya kisah Siti Hajar-Ismail, Siti Hajar mencari air dari bukit safa-marwa yang jaraknya cukup jauh, mencari beberapa kali balikan…eh keluarnya dari kaki Ismail. ok, LIFE IS GOOD…laa haula walaa quwwata illa billah, man jadda wa jadda 🙂

O iya satu lagi, tiket balik ke jerman dibayarin pihak jerman sehingga saya berani berkata orang yang mendapatkan nilai UAN matematika 5 ketika UAN-SMU nya bisa berkeliling dunia hanya dengan tida modal

1. Islam

2. Laa haula walaa quwwata illa billah

3. Man jadda wa jadda

Travelling around the world does not have to be either rich or smart! Don’t believe, but GIVE IT TRY 🙂

Jalan menuju PhD scholarships (part 2)

Tulisan ini adalah pengalaman lanjutan dari tulisan saya sebelumnya dimana saya hanya menceritakan tahun pertama sebagai mahasiswa S2 di Wroclaw University of Technology, Wroclaw, Poland. Ujian hidup terasa bertambah ditahun kedua karena tahun ini saya harus benar-benar membayar kuliah saya 4000 euro sendiri, namun Alhamdulillah pihak universitas masih mau memberikan pengurangan biaya kuliah pertahun setengahnya sehingga saya hanya harus membayar 2000 euro. Uang bulanan beasiswa sebesar 250 euro tentu saja tidak masuk akal dikarenakan uang tersebut digunakan untuk biaya sehari-hari dan biaya sewa asrama mahasiswa. Ditambah lagi, professor hanya dapat membantu pada tahun pertama dan selebihnya harus ditanggulangi oleh kita sendiri. Problem fisika teori yang diberikan menjadi semakin rumit dan sungguh menguras akal dan tenaga.

Ada beberapa hal yang ingin saya bagi dengan teman-teman, pertama problem bila kita ditimpa kesulitan keuangan dan hidup, kedua problem menghadapi persoalan hidup yang kita belum tahu jawabannya. Dalam menghadapi problem pertama, mungkin pengalaman saya bisa menjadi rujukan meskipun tidak sepenuhnya benar. Carilah masjid dan bersilaturahim, sempatkanlah satu hari berdiam di sana, bisa satu dua atau tiga jam. Bila memiliki waktu, bersihkanlah masjid tersebut, siram tanamannya, sapalah semua orang yang ada di sana bila mereka butuh bantuan bantulah. Bila bertemu imam masjid dan benar-benar shalih mintalah do’a padanya, bila masjid dalam keadaan kosong, ulanglah hapalan Qur’an kita. Waktu untuk membayar uang semester tiba namun saya masih belum tahu darimana harus membayar, namun ingatlah pertolongan Allah itu datang saat mentok, dan benar saja ada teman saya yang meminjami uang sebesar 1000 euro tanpa embel-embel apapun. Teman-teman mungkin cerita saya tidak ada hubungannya dengan solusi pertolongan Allah, namun ya begitulah pengalaman ini, tentunya do’a dari orang tua menjadi yang utama.

Problem kedua tentang fisika teori, Inilah problem yang sering membuat saya menjerit menangis karena bila tidak bisa menyeleseikan problem yang professor berikan tentu saja mengecewakannya. Tips kedua ini saya ambil dari para ulama shalih zaman keemasan Islam. Berwudhulah sebelum belajar, anggap itu juga ibadah, bila memang sulit segera shalat, bersujudlah pada-Nya karena sesungguhnya kita memang tempat kekhilafan, tak ada manusia yang jenius kecuali dengan izin-Nya, tak ada masalah yang terseleseikan kecuali dengan izin-Nya, Allah Yang mencerdaskan Yang memudahkan Yang menyeleseikan, menangislah karena memang saya lemah, bodoh dan dhaif. Lalu kerjakanlah kembali soal yang sulit tadi, carilah bahan, kerjakan, cari sumber, kerjakan, bila terasa sulit sujud dan menangislah, tahukah? boleh jadi tangisan tersebut yang mencerdaskan kita sehingga bisa menyeleseikan masalah sesulit apapun. Alhamdulillah masalah tersebut terselesikan sehingga saya bisa menuliskannya di jurnal internasional dan nama saya tertulis di sana bersanding dengan ilmuwan eropa, belum pernah terbayang sebelumnya. Mungkin jurnal tersebut tidak begitu memiliki imbas yang penting, namun bagi saya tetap menjadi kebanggan tersendiri :).

Semester tiga berlalu, hasil akademik pun termasuk memuaskan dan saat itu yang terpikir hanyalah bersyukur dan bersyukur, bagaimana mungkin orang yang dapat nilai matematika 5 saat UAN bisa lolos ujian seperti ini, ya hidup itu memang Laa haula walaa kuwwata illa billah. Episode selanjutnya saya akan bercerita tentang bagaimana mendapatkan beasiswa doktor atau PhD dan masalah baru yang lebih rumit. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi teman-teman.

 

Jalan menuju PhD scholarships (part 1)

Ketika khayalan kita semasa kuliah menjadi kenyataan, keputusan Allah dan usaha konsisten kita sudah tidak bisa dielakan lagi. Perlu diketahui tidak ada satu ayat Qur’an yang memaksa kita untuk sukses, yang ada adalah selalu berikhtiar secara konsisten tanpa melihat hasil dan selalu memperbaiki kekurangan yang kita lakukan sebelumnya. Adilnya, konsep di agama ini sangat adil dan masuk akal, Allah hanya menilai ikhtiar kita. Temen-temen pasti mengenal ayat ini “Bekerjalah kalian, sesungguhnya Kami menyaksikan …”, “Sesungguhnya dalam kesulitan ada kemudahan(al-insyirah:cari sendiri)”, “Hai orang-orang beriman ikuti apa yang Allah bilang dan perhatikan waktu masa depan kalian (59:cari sendiri)”. Jika kita perdalam minimal ketiga ayat ini dan masih banyak ayat lain yang berhubungan (yang apal cuman tiga ayat di atas :D) kita bisa mengambil benang merah:
1. Desain mimpi masa depan
2. Konsisten dalam mencapainya.
3. Jangan tetapkan target! tetapi perbaiki yang sudah kita alami means belajar dari pengalaman.
Benang merah tersebut bisa diperjelas dengan contoh yang akan saya tuliskan berupa pengalaman yang saya alami selama di poland. Tahun 2010 saya mendapatkan beasiswa dari Polandia yang merupakan bagian kenyataan dari khayalan yang terdiri dari rasa ingin tahu kondisi umat Islam internasional yang tidak bisa berbuat apa-apa terhadap palestina sejak tahun 1946. Jalan ini digariskan melalui Fisika dimana saya merasa menikmati pelajaran ini sekalipun dari segi kecerdasan dan nilai tidak begitu menonjol. Alhamdulillah saya belajar di Eropa timur yang bisa dikatakan pusatnya fisika cabang teori. Bila anda pergi ke sebuah universitas atau politeknik di benua ini dan memperdalam ilmu-ilmu eksak, Anda akan menemukan manusia jenius yang saya pun kurang bisa memahami ritme hidup mereka, bayangkan mabuk hampir 3 hari dalam seminggu namun prestasi akademik sangat luar biasa.
Beasiswa yang saya dapatkan dari Poland sangatlah minim. Mereka hanya memberikan uang bulanan sebesar 250 euro dengan syarat saya harus membayar biaya kuliah sendiri sebesar (4000 euro) pertahun dan beasiswa ini tidak mencakup tiket dan biaya lain. Saat pergi pertama kali dari Indonesia, saya mengajukan biaya pengurangan kuliah dengan dukungan dari professor pembimbing saya di Poland dan Politeknik disana setuju untuk memberikan keringanan menjadi 2000 euro dengan pembayaran 1000 euro per semester. 1000 euro semester pertama saya dapatkan dari pesangon tempat bekerja dan sisanya professor saya yang bayarin hehehe 😀 (syarat kerja jadi admin network linux), Alhamdulillah rejeki gak harus dari pemerintah sendiri yang saya minta dengan syarat ribet dari tahun 2008 dan sampai sekarang gak dapet2 gara2 saya bukan pegawai negeri atau KOPERTIS!!!!BEASISWA UNGGULAN PUN RIBET, karena harus CALON DOSEN dengan melampirkan SK yayasan!!!di yayasan diperibet lagi, artinya kalo lu mau maju di indo, banyak orang yang gak mau lu maju, so jangan sebarkan rencana INDAHMU PADA MEREKA!!!!
Singkat kata sampailah saya di negara ini dan mulai merasakan atmosfer pembelajaran eropa yang jauh berbeda dengan negara sendiri. “Stress” itulah yang saya rasakan di awal perkuliahan, penurunan rumus yang dilakukan dosen sangat cepat dan saya tidak mengerti apapun. Ditambah lagi pembimbing saya memberikan beban kepada saya untuk tidak hanya lulus dalam perkuliahan tapi harus mendapatkan nilai A! agar saya mendapatkan pengurangan biaya kuliah untuk tahun depan yang harus saya sisihkan dari 250 euro tadi, masuk akalkah? silahkan kalkulasi sendiri, jika tidak saya dipersilahkan pulang, artinya pulang tanpa muka ke negeri sendiri karena tidak bisa menjalankan amanah atasan!. Ditambah lagi menjadi administrator debian yang saya belum pengalaman, dalam hal ini saya hanya pasrah.
Uang beasiswa yang sedikit memaksakan saya harus berbagi kamar dengan bangsa lain yang menurut ukuran untuk belajar sangatlah tidak layak, bayangkan satu kamar berukuran 10×4 meter di huni oleh 3 orang berbeda bangsa! Ditambah lagi mahasiswa di sini doyan party (jika party maka vodka (alkohol 40%) ada di sana) dan setiap orang pasti mabuk membuat kegaduhan. Dari segi pembelanjaan makanan, saya menekan biaya hidup perminggu hanya 10 euro, dan ini bisa disiasati dengan terkadang shaum bila memang cadangan makanan sudah habis atau terkadang hanya makan sekali dalam sehari. Namun yang sulit adalah ketika diharuskan melawan hawa dingin -25C dengan sedikit cadangan energi di tubuh ditambah lagi dengan bobot fisika yang berhubungan dengan quantum dan mekanika membuat energi gampang habis. Bila anda mengalami seperti ini segera sujudlah pada Allah agar mengenyangkan perut anda, menangislah, karena sesungguhnya kita hanya ingin menuntut ilmu, dan biasanya setelah itu akan ada orang yang menawarkan makanan dan kita menjadi kenyang karena-Nya :).
Betul! saya dipertemukan-Nya dengan orang-orang Indonesia yang berkerja di sini, Maha suci Dia yang mengatur semua ini, mereka sangatlah baik, bukan dari kalangan berada namun sangat baik. Perlu diketahui, yang akan menolong anda kelak nanti bukan orang-orang yang memiliki mobil mentereng dengan rumah yang megah, namun do’a dan ketulusan kaum menengah ke bawah yang sudah terlalu banyak bersadaqah terhadap orang2 miskin menengah ke atas! (miskin karena ingin mendapatkan gratis dan murah dengan penderitaan orang lain!). Singkat cerita semester pertama berhasil saya lalui dengan baik dan menjalankan amanah yang pembimbing saya amanahkan kepada saya. Siklus kehidupan di sini hanyalah kosan-masjid-kampus-rumah teman-teman indo, selebihnya saya luangkan dengan baca, belajar pemograman dan penurunan rumus total tidur 5 jam hari kerja, minggu 7 jam :D. Tidak lupa saya diam di masjid setiap hari jum’at untuk selalu mengulang hapalan qur’an saya (biar gak lupa :D) and meningkatkan IQ+EQ jg :).
Alhamdulillah semester dua pun saya lalui dengan pertolongan-Nya sehingga ancaman untuk dipulangkan tidak saya dapatkan, akhir kata, SUKSES ITU TIDAK GRATIS BUNG 🙂

 

Ba’da S1 (tamat)

Ya ideologi itu bernama Islam. Lima huruf yang sederhana namun bisa menaklukan dunia dalam waktu singkat, esensi dari agama ini sendiri berserah diri. Kenapa harus berserah diri? karena kita tidak minta dilahirkan ke dunia dan semua terjadi begitu saja, dan setelah itu ada tiga pilihan, kita percaya Tuhan, setengah percaya setengah enggak (agnostik), atau sama sekali tidak percaya. Bagi yang percaya Tuhan, pilihlah ideologi yang menyerahkan semuanya kembali kepada-Nya toh kita tidak minta dilahirkan, ya sudah kembalikan saja semuanya kepada-Nya. Bagi yang agnostik, selamat mencari Tuhan dengan logika yang pada akhirnya akan tumbuh filsafat bukan agama. Bagi yang atheis, hiduplah berdasarkan akal dan naluri lahiriah manusia.

Perenungan tentang keislaman dimulai saat SMU, saat mulai baligh, mencari esensi mengenai makna hidup untuk memutuskan apakah akan hidup secara islam atau atheis saja. Bila kita belajar Islam dari figur-figur orang tua di Indonesia, satu kalimat dari saya “bersiaplah untuk kecewa” karena umumnya hanya menjalankan ritual budaya yang turun temurun dari nenek moyangnya terdahulu, jika mereka dilahirkan di eropa, saya yakin merekapun akan beragama seperti yang biasa mereka hidup. Kenapa ritual budaya, karena umumnya setiap anak diajarkan untuk “sukses secara umum”, sekolah, dapat nilai bagus, masuk sekolah bagus, dapat kerja bagus bila nilai kita jelek, siap2 untuk dimarahi orang tua seberapapun usaha kita, bila nilai kita bagus maka orang tua akan memuji kita tanpa menanyakan bagamana caranya menggapai itu, lalu dia dengan bangga menyebarkannya pada orang lain, si anak pun karena ingin dianggap berbakti pada orang tua, ya melakukan saja apa yang menjadi kultur. Nah kebetulan Islam sesuai dengan kultur ini, ada  daya magis alfatihah, yasin, wirid, doa bersama, shalat hajat, duha dll yang digunakan untuk mencapai keinginan dengan sedikit usaha tentunya, tapi berhasil. Kultur ini mengasilkan jaringan sosial yang sangat indah yang dinamakan “korupsi”.

Lalu saya putuskan untuk belajar Islam tidak dari lingkungan, tetapi membaca buku yang banyak tentang keislaman dan datang benar2 kepada ahlinya, apa itu ahlinya dia yang memang benar2 ahli hadist dan tafsir Qur’an, bukan ustadz dadakan yang menampilkan sosok seorang yang sempurna tanpa cacat dengan pengetahuan agama yang jarang merujuk pada Qur’an dan hadist. Dan parahnya lagi, ketika sang ustadz ini melakukan aib, maka serta merta semua penduduk yg kurang berilmu serta merta mengutuknya seolah-olah dia tidak melakukan kebaikan, para pengutuk ini selalu datang dengan kata yang sama “anda tau agama, harusnya anda lebih baik”, “anda tau agama, seharusnya anda tidak melakukan ini”, mereka sendiri adalah orang yang tidak bersemangat mencari ilmu keagamaan dan tidak berusaha menjalankan islam secara sempurna dengan alasan saya tidak tahu dan saya belum mendapatkan hidayah.

Pencarian keislaman ini ditemukan dengan terbentuknya ritme hidup yang teratur dan niat yang lurus dari prinsip berserah diri tadi. Misal, terbangun saat fajar bergegas ke masjid untuk shalat shubuh, bergegas melakukan aktivitas baik itu menuntut ilmu atau mencari nafkah untuk keluarga, bila kita mendapatkan masalah, serahkan kepada-Nya karena itu esensi Islam. Selain timbul ritme yang teratur, timbul juga ada perasaan ingin bersumbang sedikit sesuatu saja. Alasan ini sebenarnya yang menjadi latar belakang saya untuk bisa bermimpi menuntut ilmu fisika di eropa. Mengapa mesti eropa atau US, karena saat ini kita akui memegang science, dan kita harus belajar bagaimana mereka mengelola pendidikan. Dan juga alasan utama adalah kasus jerusalem antara palestina dan israel yang selalu berujung terhadap Islam dengan semua pemimpin dunia yang bungkam. Mengapa mereka bungkam? karena mereka tidak memiliki power sekuat Israel dan lebih baik bermain aman dengan tidak menjalin hubungan diplomatik dengannya, tetapi mereka tetap menjalin hubungan baik dengan para penyokong dana yang membunuh ribuan anak2 kecil di palestina. Dari alasan ini timbul niat dari diri pribadi untuk memiliki power berupa ilmu, mungkin satu, agar tiada lagi peremehan terhadap agama ini, mungkin usaha ini kecil, namun setidaknya ada sumbangsih. Seperti layaknya orang yang sedang menyeleseikan skripsi S1, dia tidak akan lulus sebelum membereskan tugas skripsi dan lulus sidang, begitupun saat itu, saya nyatakan bahwa sebenarnya saya belum lulus S-1 bila belum bisa sekolah S-2 gratis,tidak ada rencana lain, yang ada anda harus lulus, kalaupun harus bekerja, bekerja untuk mencapa kelulusan universitas kehidupan anda. Bila ada masalah, segeralah menghapal Qur’an karena itu menaikan IQ dan EQ tentunya, sehingga kita siap dengan test berikutnya.  Tidak ada ideologi seindah prinsip ini, ketika kita berusaha meraih itu sesungguhnya pahala dari Allah terus mengalir sampai kita mencapai tujuan kita.

saya hanya berharap akan muncul suatu generasi nanti yang benar2 membungkam kekuatan kebohongan barat dalam menyokong kedzaliman negara seperti Israel dkk, mari kita bersaham :).

 

Ke Masjid yu

Mencermati generasi muda di Indonesia sekarang bagaikan mencermati generasi yang diatur oleh sebuah dogma miskin orang tua dengan kekuatan industri dan bisnis yang mengarahkan mereka untuk menjadi robot. Bayangkan, sejak SD mereka harus sudah ditekan harus bisa menyeleseikan persamaan kuadrat tanpa tahu apa dasar dan untuk apa persamaan itu dan mereka harus masuk ke SMP favorit, why? jika anak bertanya pada orang tuanya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, tapi yang pasti mendapat pujian dari siapapun “wah kamu hebat ya” ;). Hal tersebut kembali terjadi lagi setelah jenjang SMP ke SMU, lalu orang tua kembali membuat motivasi yang sama “dapet nilai bagus biar masuk sekolah unggulan”, si anak pasti berpikir, why? seakan2 bila tidak masuk sekolah unggulan kita berasa berdosa? . Dalam post saya yang terbaru ini saya akan berbagi sedikit pengalaman bahwa “jangan pernah kamu mengejar dunia!!!!”

saya memulai karir SMP di sekolah terfavorit di Bandung dan saat itu saya masuk dengan nilai pas2an. Semua orang memuji saya bisa masuk sekolah tersebut dan yang pastinya ortu pun bangga, tapi taukah anda….dalam EBTANAS….jawaban diberikan oleh guru!!!!!. Guru mengajarkan kejujuran tapi karena orang Indonesia yang gila pujian, kejujuran pun jadi sampah. Tahukah apa yang ada di pikiran si anak, “yang penting akhirnya dapet nilai bagus, belajar mah gak penting” dan termasuklah saya menjadi calon penerus generasi korupsi yang berkedok agama ISLAM :).

Segala puji hanya milik Allah di SMP saya dipertemukan guru yang shalih dan bijak. Dia hanya mengungkapkan “kalo kalian jujur, mental jujur kalian akan terbawa sampai akhir hayat kalian nanti”. Saya selalu ingat dengan perkataan tersebut dan Bismillah saya mulai menjalankan apa yang beliau pesankan dan hasil SAYA TIDAK DITERIMA DI SMUN FAVORIT harapan orang tua :). Taukah anda apa konsekuensi dari kejujuran ini:

1. Malu karena berasa tidak bisa membahagiakan orang tua.

2. Malu karena semua teman dekat masuk SMUN favorit.

3. Tertekan, hidup berasa gak ada harapan.

Ini konsekuensi kejujuran yang harus tetap dijalankan walaupun di akhir pahit. Kalo  tidak, Demi Rabb yang Maha agung, saya akan menjadi manusia berorientasi hasil dan menjadi penerus korupsi berkedok agama ISLAM. Saat itu saya merasa hidup saya sudah selesei dan hanya menjalankan hidup biasa saja. Terserah ah mau jadi apa nanti, kumaha engke we, gak ada cita2, gak ada tujuan. Perasaan bersalah tiga tadi mulai dilawan,

1. Membahagiakan orang tua itu bukan dengan masuk sesuatu yg mereka inginkan, tapi cukup jadi anak shalih aja. Toh mereka juga dulu gak bisa masuk sekolah favorit 😀

2. Pasti ada temen baru yang gak suka bahas itu

3. jalanin idup aja, teu kudu dipikiran :D, hirup2 urang kumaha urang we bener teu 😀

eh bener deh ilang tuh, hidup jadi normal lagi ;). Dan mantapnya, saya menemukan ritme kebiasaan hidup yang luar biasa dari kejujuran tersebut karena dari keterpurukan tersebut saya mulai mengenal ISLAM yang tak sekedar kata ;). Pagi sebelum shubuh, kita bisa bangun and bisa ke masjid. Selesei dari masjid kita bisa baca apa yang kita tertarik sampai waktu berangkat sekolah tiba :). dateng ke sekolah, masih pagi sambil bawa barang dagangan buat nambah ongkos, barang dagang titip, masuk masjid sekolah deh…then belajar lagi. Pulang, kita belajar lagi di masjid yang sepi dan indah. Then hidup kita jadi terkait dengan masjid…masjid..dan masjid coz masjid is sepi  the most convenient place to learn. Kalo boring karena nemu soal yang susah, kita bisa shalat and nangis ma Allah ni soal susah banget, minta tolong ma Dia 😀 even jawabannya kagak bakalan langsung. Kalo masih boring jg, krn jwban blm ketemu, kt bisa ngulang  hapalan Qur’an yg melatih sisi memori hapalan kita, kalo masih blm ketemu, kita bisa maen di halaman masjid sambil teriak2 ma anak kecil :D, jadi masjid is fun heueheuheu…at least for me lah…nah kl dah beres maen balik lagi ke soal…gitu aja pupuiran terus…yang penting fun :p.

Nah kalo idup udah gini gak usah khuatir nanti kagak dapet kerja or gimana deh, toh sekolah or kerja pada nyamperin kalo kemampuan pribadi kita layak untuk kerja tersebut. Gak usah bawa2 ijazah ke job fair, abisin aja waktu di masjid buat ningkatin kemampuan pribadi kita dan interaksi sama orang2 di masjid, why? karena kebanyakan yang di masjid itu para sesepuh pensiunan direktur perusahaan terkenal apa gt…nah ngbrol aja ma mereka siapa tau nyantol satu :D…kalo + anaknya syukur tuh :D, palagi tajir (matre) ahahaha…. kalo pingin kerja di perusahaan terkenal yang Go international, minta aja ma Allah pingin belajar B inggris gratis + sodaqoh (bisa uang, bisa tenaga for instance ngajar anak TPA ngaji kek, dll). Nah kalo dah mantep nih PD berbahasa inggris dan semua amunisi udah siap, baru kita meluncur ke TKP…mau lamar sekolah or lamar kerja, formatnya harus seperti itu. one thing, jangan bilang ke orang-orang rencana indah kita karena tabiat manusia itu suka menyebarkan hal yang belum pasti :D, jadi cukup bilang aja ama mereka “gimana nanti aja ya, mohon do’anya yang terbaik :)” tapi dibalik itu kita punya amunisi rencana A, B, C, D, dan E …. kan mantab tuh. why? karena gini, qada dan qadar itu rukun iman, jadi ceritanya kita punya proposal A, B, C, D dan E jalanin semuanya buat ke TKP…kalopun nanti di akhir tidak sesuai harapan, kita punya argumen di yaumul hisab nanti bahwa saat itu saya melakukan A, B, C, D, dan E….dan Allah berorientasi pada ikhtiar, jd ya tetep nyantai aja and ridha lalu coba lagi cara lain ampe Allah ngasih pilihan terakhir buat kita, dan ini biasanya mantab, karena cirinya:

1. gak terduga

2. kadang bingung dengan pilihan-Nya

3. kalo dijalanin jadi indah

yah begitulah inti dari hidup versi Wildan Abdussalam :D, nah rumusan ini bisa dipake bisa kagak. tapi kalo di masjid, beneran deh, benaran asik… kata terakhir…masjid itu bukan tempat orang yang jarang buat salah …tapi tempat buat kita ibadah ama meluruskan diri, da kita teh manusia suka bulak belok :D… woke deh semoga tulisan ini bermanfaat

 

Ba’da S1 (3)

memasuki tahun awal tahun 2008 saya bekerja sebagai asisten laboran di salah satu sekolah internasional di Bandung dan bertepatan saat itu juga surat penerimaan dari Frei Universiteit Berlin datang. Ketika surat tersebut datang, ada dua pilihan, pertama membiarkannya kedua berusaha untuk memenuhi panggilan tersebut. Khusus untuk hal kedua hal tersebut sangat sulit dikarenakan masalah finansial yang melilit keluarga, untuk membayangkan kesulitan tersebut seperti masalah menggunung yang tidak mungkin terseleikan dengan logika matematis. Ditambah lagi situasi kedua adik yang akan memasuki dunia perkuliahan dan SMU membuat saya benar2 memikirkan opsi kedua. Namun selalu ada hikmah di balik peristiwa, karena memang itu janji Allah, bagi yang benar2 sedang terlilit hutang yang benar2 kita tidak mampu membayarnya dan dalam jangka hidup pun sangat mustahil untuk menyicilnya, yakinlah bahwa Allah masih memberikan jalan dan ridha lah terhadap keadaan tersebut. jadikan setiap rasa sakit dalam penyeleseian masalah tersebut menjadi penggugur dosa bagi kita dan yakinlah sesungguhnya Allah sedang membuat kita lebih kuat.

Waktu berjalan mengharuskan saya memilih opsi mana yang harus dipilih, opsi pertama tidaklah berisiko, hidup dengan gaji perbulan, 10% infaq+zakat, 30% ortu, 30% akomodasi+makan, 30% sisa (biasanya disimpan untuk biaya semesteran adiku) then life is ok, tetapi tidak menantang dan tidak bermasa depan :). opsi kedua sangatlah berisiko, dengan adanya surat berarti harus mencari beasiswa yang syaratnya biasanya IELTS diatas 6.5 atau TOEFL 550, publikasi paper dan bekerja lbh dari dua tahun. masalah terberat adalah di biaya IELTS 180 dollar sekali test dan biasanya student dari indonesia hanya mendapatkan 5.5 pada saat awal test. Selanjutnya biaya akomodasi dalam mencari beasiswa harus diperhitungkan juga (tenaga dan waktu ketika mencari surat rekomendasi dari prof dan menunggu apakah lolos ke tahap akhir atau tidak) and this is very annoyed (geuleuh bin gak enak). oleh karena itu disarankan ketika melamar beasiswa lakukan seperti melamar pekerjaan, masukan lamaran kita kemana2 dengan CV yang indah sehingga kita minimal masuk tahap akhir seleksi. Kesimpulannya, opsi kedua tidak mungkin, namun saat itu hanya ada satu dalam pikiran saya, Allah menilai ikhtiar dan ikhtiar kita itu jihad karena kita benar2 ingin menuntut ilmu dan menuntut ilmu diwajibkan oleh Allah. Melakukan apa yang diwajibkan berarti jihad, dan ada ladang amal di situ serta pahala yang besar. dan karakteristik jihad itu melelahkan otak dan hati, ketika kita melamar beasiswa, bersiaplah untuk selalu ditolak setelah sekian lama menunggu walaupun nilai kita sudah melebihi persyaratan, dan itu membuat hati dan pikiran lelah..lelah…benar2 lelah. ditambah lagi dengan godaan teman2 seperjuangan yang sudah menikah dan terlihat lebih mapan, bila tidak tahu esensi perjuangan, akan benar2 sangat lelah dan akhirnya putus asa. jadi saat itu saya memaksakan untuk melakukannya, Bismillah..Allahuma’ana (Allah selalu bersama saya)…Laa haula walaa quwwata illa billah..(tiada daya selain pertolongan-Nya)

berikut ilustrasi kelelahan, kita bekerja dari jam 6 sampai jam 6, nah sisa waktu tersebut harus kita manfaatkan untuk belajar bahasa, pningkatan pengetahuan umum dan peningkatan ilmu yang kta kuasai. hal tersebut harus ditambah bekerja part time untuk menambal alokasi biaya akomodasi pencarian beasiswa rata2 3 jam, sisanya 9 jam silahkan atur untuk tidur dan belajar. selain itu, kita mencari hal yang tidak pasti, kita tidak tahu akan mendapatkan beasiswa kapan, dan peluang untuk dapat sangat tipis karena sekarang sudah dibatasi selalu untuk pegawai negeri atau instansi yang berhubungan dengan pemerintahan ( it sucks). biasanya, orang yang stuck di sini memilih untuk melanjutkan S2 di indonesia (ITB) salah satunya dan lulus di ITB menjadi kebanggan. Tambahan kelelahannya adalah bila + tanggung jawab keluarga, maka itu benar2 akan menguras hati dan pikiran. Itulah semua ilustrasi bahwa bersungguh2 dalam menuntut ilmu tidaklah mudah dan menguras tenaga pikiran.

Ada suatu kebanggan tersendiri ketika proses pencarian beasiswa 2008, saat itu saya lolos ke tahap wawancara beasiswa bayer dari leverkusen dimana pelamarnya datang dari mahasiswa2 berbakat dari seluruh dunia. saya pun lolos dan merupakan salah satu wakil dari asia, namun karena minim pengalaman dan bahasa yang belum lancar proses wawancara tersebut berjalan kurang maksimal sehingga gagalah tahun 2008 untuk pergi. tahun 2009 menjadi harapan baru, dan saya dipanggil wawancara ke malaysia oleh KAUST (universitas baru ternama milik Raja Abdullah), namun tidak tahu apa sebabnya tiba2 mereka membatalkan proses wawancara tersebut. LIPI pun masuk wawancara akhir, namun tiba2 gagal lagi, dua kali melamar selalu gagal tahap wawancara akhir :D. Tahun 2010 inilah akumulasi dari semua tahun, saat itu saya memiliki aplikasi STUNED, DAAD, DEPKOMINFO, dan DIKTI. Kesemuanya hamdulillah lolos sampai wawancara tahap akhir, namun seperti biasa ditolak saat wawancara akhir 😀 (excuse is you are too young, kamu tidak bekerja di intansi pemerintahan, dll which make me suck :p). Pertengahan tahun 2010 semua aplikasi beasiswa gagal, dan mulailah hopeless datang T_T karena saya pun manusia :). Namun rencana Allah itulah rencana Allah, pertengahan bulan Juni saya membaca sebuah peluang beasiswa di Poland dengan syarat yang tidak ribet masalah kerja tetek bengek atau hubungan dengan indonesia, melamarlah dan singkat kata lolos ke tahap wawancara dengan jeda waktu hanya 3 hari. sangat cepat, hanya kagetnya ketika wawancara saya kira hanya wawancara presentasi biasa, faktanya penguji 3 prof menanyakan pengetahuan fisika saya yang telah saya pelajari selama 4 tahunn!!!!!,tapi Hamdulillah dengan pertolongan Allah semuanya lancar. Esok paginya saya diberi tahu bahwa saya lulus seleksi dari 350 pelamar, wakil dari asia dan saat itu saya hanya menangis dan sujud syukur. Dan inilah jawaban dari penolakan yang tidak terhitung (banyak yang tidak saya cantumkan) dan konsistensi berdasarkan ideologi simpel dari keyakinan yang bernama Islam. episode selanjutnya….insya Allah memaparkan latar belakang ideologi yang benar2 mantab dari Islam…in my point of view tapi…ayo semuanya semangaaaaaaaaaattttttttttttttttt!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 🙂

Sukses

Kesuksesan itu bila saya memiliki materi yang lebih, rumah mewah, mobil mewah, istri yang cantik, jabatan yang prestis dan prestasi yang pantas dibanggakan (umum). Kesuksesan itu bila saya bisa membahagiakan orang-orang terdekat saya. Kesuksesan itu bila saya berhasil menjadi atlet nasional dan berprestasi secara internasional. Kesuksesan itu….Kesuksesan itu….

Istilah sukses selalu berbeda karena manusia sendiri memiliki arah dan tujuan hidup masing-masing. Kesuksesan memang tidak terlepas dari arah dan tujuan hidup filosofis hidup. Kesuksesan menurut si A belum tentu sama menurut si B, oleh karena itu terkadang mengejar kesuksesan terkadang membuat kita lelah dengan hidup karena inti dari kesuksesan yang dia kejar tergantung istilah kesuksesan di lingkungan tempat dia tinggal.

Namun dibalik semua istilah kesuksesan, ternyata ada juga kesuksesan yang tidak membuat kita lelah dengan hidup, kesuksesan ini tidak akan menghasilkan perasaan putus asa, stress, frustasi ataupun depresi. “Kesuksesan itu adalah mempunyai rasa tidak memiliki terhadap apapun itu, bersyukur dan menerima apa adanya yang Allah berikan, selalu mendapatkan yang kita butuhkan di saat yang tepat, selalu memfokuskan diri kita kepada pemecahan masalah dan ilmu yang kita senangi, dan memiliki bekal yang cukup untuk tempat peristirahatan yang kekal”

Generasi Pembaharu

Mengunjungi toko buku di hari sabtu mungkin menjadi salah satu kegemaranku mengisi waktu luang. saat itu toko buku cukup hening, tidak terlalu banyak orang lalu lalang mencari dan membaca buku, dan itulah suasana yang saya sukai sewaktu membaca. saat memasuki toko buku, buka yang selalu ditemui adalah buku2 best seller, saya tidak begitu tertarik ketika melihat topik2 terbaru tentang buku2 best seller tersebut…akhirnya saya putuskan untuk mencari suasana baru, bergegaslah saya pada bagian biografi orang2 besar…pada bagian tersebut terdapat biografi tokoh2 dunia, namun saya kurang begitu tertarik pada biografi tokoh2 dunia, saya yakin Indonesia pun memilikinya…akhrnya saya menemukan buku tebal dan besar yang terjilid dengan baik….JENDRAL SUDIRMAN….mhhh, sudah lama nama ini hilang dari benak saya….tapi siapa dia? mengapa orang begitu menghormatinya sampai2 membuatkannya patung????

mulailah saya membaca buku tersebut dan saya langsung terkejut dengan bagian awal buku, ternyata Jendral Sudirman pernah mengecap pendidikan Belanda, beliau memulia dengan ELS (Europeesche Lagere School) setingkat dengan sekolah dasar dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) setingkat SLTP, tetapi MULO saat itu merupakan tingkat tertinggi setara SMU sekarang….ketika mengenyam pendidikan Belanda, beliau selalu berangkat ke surau untuk memahami dan mendalami agama Islam sehingga oleh teman2nya terkadang disebut Haji….Memasuki sekolah Belanda saat zaman itu adalah hal yang sangat langka, hanya anak seorang pejabat atau keturunan ningrat yang dapat sekolah di sekolah sistem Belanda… setelah itu Jend. Sudirman melanjutkan ke perguruan tinggi dan setelah tamat perguruan tinggi, beliau mengabdikan diri menjadi guru di sekolah Muhammadiyah HIS (Hollandsch-Inlandsche School) dan sempat menjadi kepala sekolah selama beberapa tahun…..setelah pengabdian beliau sebagai guru dan kepala sekolah, beliau kemudian memasuki dunia militer..saya kurang begitu membaca secara utuh pada bagian ini, namun dapat ditarik kesimpulan bahwa beliau adalah seorang yang tulus dan ikhlas dalam berjuang demi utuhnya negara Indonesia. Beliau memimpin perang2 kemerdekaan melawan tentara2 Belanda dan sekutu yang notabene pada waktu itu menggunakan persenjataan yang sangat canggih, namun slogan beliau yang intinya sama dengan ” Jihad Fisabilillah, merdeka atau mati” membuat beliau tidak pernah menyerah menghadapi keadaan apapun….bahkan yang paling mengharukan adalah Jendral Sudirman memimpin perang gerilya dalam keadaan sakit paru-paru, beliau sama sekai tidak bisa berjalan, dan badannya sama sekali sulit digerakan…walaupun dokter menyarankan untuk istirahat berbaring..beliau tetap pergi berperang demi tegaknya kemuliaan manusia dari tangan2 penjajah, selama berperang Beliau ditandu oleh para pejuang.. tapi beliaulah yang paling ditakuti tentara sekutu dan Belanda, dan semua rakyat menaruh hormat padanya..sampai akhirnya Indonesia memenangkan semua peperangan dengan sekutu dan Belanda.

setelah membaca sekilas buku tersebut…saya merenung..ternyata kemerdekaan bangsa ini hasil jerih payah orang2 yang terpandang, cerdas, dan memiliki pemahaman Islam yang baik. teringat kisah Mushab Bin Umair, pemuda yang sangat cerdas dari keluarga terpandang yang rela meninggalkan kemewahan demi tegaknya agama Islam. Jendral Sudirman pun begitu, beliau rela meninggalkan kemewahannya demi pengabdiannya menjadi guru di sekolah Muhammadiyah, beliau adalah seorang guru ngaji juga. belaiu lebih memilih bergerilya dalam keadaan sakit tidak bisa menggerakan badan demi tegaknya kedaulatan umat dan kemerdekaan Indonesia. ada yang saya sesalkan selama saya mempelajari sejarah, buku2 sejarah selalu menghilangkan aspek2 ruhiyah keislaman dari para pahlawan dan menggantinya dengan kata NASIONALIS…padahal tidak mungkin seseorang melakukan hal ini kecuali dengan landasan untuk menggapai ridha Allah dan berbuat kebaikan untuk kepentingan rakyat secara ikhlas..

“kemerdekaan bangsa ini hasil jerih payah orang2 yang terpandang, cerdas, memiliki pemahaman Islam yang baik dan rela meninggalkan segala kemewahan demi tegaknya panji2 agama Islam” dan “Kemuliaan seseorang ternyata terletak pada kesucian hatinya dan keikhlasan dalam berjuang…Maha suci Allah”

Ba’da S1 (2)

Episode melamar ke LIPI pun selesei sudah dan sekarang aku punya alasan pada orang lain bahwa aku melamar tapi gagal di final ckckckc…dan responnya ternyata benar “wah hebat, bisa ampe final, wah..wah..wah..dll” dalam hatiku “hebat ti hongkong :D”, yasud lah namun itulah yang terjadi, hidup itu tidak pernah lepas dari cacian dan pujian, saya pribadi lebih senang cacian daripada pujian karena biasanya orang selalu mempertanyakan keputusan saya, termasuk teman2 wanita saya yang kurang begitu sreg dengan pola hidup dan sikap saya.

sekarang mari kita membuat episode baru, saat itu saya masih asisten lab di laboratorium fisika lanjutan UNPAD dan saya cukup senang dengan pekerjaan saya karena mengasah kemampuan fisika saya, namun seiring berjalan dengan waktu dengan modul2 yang semakin terkuasai dan kebutuhan untuk ingin belajar lagi saya memutuskan untuk memaksakan diri saya menambah kemampuan tersebut. Untuk melakukan hal tersebut maka ada dua pilihan: 1. sekolah lagi, 2. bekerja yang mendapatkan peningkatan skill, gaji berapapun tak masalah :)…itu prinsipku…mungkin orang lain memiliki prinsip yang berbeda. Besoknya kubukalah internet dan saya menemukan sebuah hadist yang intinya seperti ini “Barangsiapa yang belajar untuk dunia,  maka celakalah dia, namun Barangsiapa yang belajar untuk akhirat, maka beruntunglah dia” (HR. lupa lagi/moga pembaca ada yang tau periwayatnya and bisa nulis di comment). Setelah membaca hadist tersebut, saya benar2 merenung…jika memang demikian berarti yang saya harus lakukan adalah bukan melamar pekerjaan tetapi terus mencari ilmu walaupun hati ini bergejolak karena ketika itu benar2 membutuhkan uang untuk kebutuhan keluarga terutama adik yang akan masuk ke perguruan tinggi dan keluarga saya sampai sekarang masih belum memiliki rumah untuk hidup…tapi sudahlah, berazamlah, Allah yang menjamin hidup, bukan logika kita. Seharian merenung, timbulah sebuah obrolan dengan bapaku, seorang Seokarno yang masih hidup :), beliau jago berbicara karena memang dia mantan politisi dan dia menyarankan saya untuk mengambil S2 tetapi harus di luar negeri, at least Jerman…interesting gumamku…lalu aku berbalik nanya “emang uangnya ada” dia pun menjawab “ada, ada tenang saja”, begitulah Bung Karno kalo menjawab, tapi aku sangat tidak yakin akhirnya aku tanyakan ke ibu…eh ternyata firasatku benar..gak ada…ckckckck..berarti kesimpulannya aku harus sekolah keluar tanpa sepeser uang pun dari ortu dan aku harus membiayai hidup mereka…cape dech T_T…tapi yang jamin hidup Allah, Bismillah saja..Bismillah….yakin…insya Allah ada jalan

besoknya aku berdo’a “Rabb hamba ingin belajar bahasa inggris, tapi gratis, pertemukanlah hamba dengan lingkungan yang berbicara dengan bahasa inggris” dan setelah itu diketiklah ‘english community Bandung Physics’, Subhanallah..Alhamdulillah..langsunglah keluar dalam google machine sebuah lowongan kerja di Bandung International School, saat itu masih 2008. singkat cerita loloslah sampai tahap terakhir dan wawancara pun tiba in english “T_T parah, urang pan teu bisa”, saat itu cuman bisa ngomong “Hasbiallah teu kaitung” dan masuklah ke dalam ruangan….singkat cerita hamdulillah lancar…namun ada pertanyaan yang saya jawab dengan polos ” why do you decide to apply to our company?” jawabku”because i want to learn english” ^_^…hahaha aneh…biarin ah dapet rejekinya, gak dapet bukan rejekinya, biarlah Allah menggantinya dengan yang lebih baik hehehe.

episode lamaran kedua selesei dan sudahlah tidak usah menunggu hasilnya. saat itu aku hanya berfokus pada aplikasi saya di Frei Universiteit Berlin Jerman, seiring dengan waktu akhirnya pengumuman dari pekerjaan itu tiba dan hasilnya sang kepala sekolah menelepon saya dan saya diterima……”hamdulillah yaa Rab, sujud syukur” ternyata dunia ini masih menyediakan tempat bagi orang polos seperti saya T_T…hamdulillah…dan empat hari berselang…. ada surat dari jerman yang isinya bahwa aplikasi saya diterima “hamdulillah”, biaya kuliah gratis, namun living cost bayar sendiri…yasudlah apapun itu yang penting semua masalah saya mulai terbuka jawabannya satu per satu dan inilah saat dimulai perjuangan yang lebih berat lagi. mudah2an saya memiliki banyak waktu lagi untuk menulis episode selanjutnya yang insya Allah lebih seru lagi :).

Ba’da S1

Pancaran fajar yang indah dan siulan dzikir burung harmonis menyambut datangnya pagi hari yang membuatku memulai hari ini dengan penuh semangat. Saat itulah hari kelulusan dari Universitas, tak sadar bahwa waktu selama 4 tahun telah terlewati. Semua orang memuji dan mengucapkan selamat bahwa saya telah lulus, tetapi saya sendiri bertanya-tanya tentang kelulusan ini, apa hakikat dari kelulusan..apakah hanya untuk menyenangkan perasaan orang tua dan mendapatkan gelar untuk memudahkan bekerja dan mendapat kehormatan di hadapan masrayakat…apa ilmu yang sudah kita dapatkan selama 4 tahun..seberapa paham kita terhadap penguasaan ilmu..pertanyaan tersebut terus menerus membenak dalam pikiran saya.

Sesi kelulusan telah usai, bergeraklah kami semua menuju sebuah sebuah studio foto, dilakukanlah sesi foto bersama ibu, bapak, mak dan keluarga. Namun, masih tetap muncul pertanyaan yang membuat saya terganggu, apakah 4 tahun hanya untuk ini. Setelah semua kegiatan selesei, foto bersama keluarga sudah rampung jadi dan dipajang di ruang tempat orang2 biasa berkumpul. Ketika para tamu datang mengunjungi rumah, dibanggakanlah foto saya ini di depan mereka, tidak salah memang, namun kembali muncul pertanyaan apakah inti dari 4 tahun itu adalah hanya untuk dibanggakan di depan sekumpukan makhluk yang selalu gila dengan pujian. Episode kelulusan pun berlalu yang berarti episode kesenangan berlalu pula, begitulah di dunia, apapun tiada yang abadi.

Seperti biasa setelah episode kelulusan, setiap orang pasti berpikir untuk rehat sejenak karena telah penat oleh banyak aktifitas kuliah yang melelahkan. Namun aktifitas rehat tersebut selalu dibarengi dengan pertanyaan baru, “sudah kerja dimana?”, “gak lamar ke mana gitu?”, “sudah mencoba melamar kemana?”, selalu menghampiri kemanapun saya melangkah. Muncul lagi benak dalam diri ini, apakah selama 4 tahun ini kita hanya dilatih untuk MENCARI kerja, dan yang lebih memprihatinkan lagi munculah paradigma kesuksesan instan di mata para sarjana S1. Tapi begitulah hidup, hakikat dari sebuah menuntut ilmu berangsur2 mulai pudar, manusia sudah tidak melihat lagi proses tetapi hasil yang lebih ditonjolkan.

Hari berlalu menyibukan saya untuk sering mengabaikan manusia2 yang bertanya tentang pekerjaan yang sudah didapat. Lucu memang, namun saya menikmati semua pertanyaan tersebut. Saya katakan pada mereka bahwa saya bekerja sebagai asisten lab exper di kampus. Dahi mereka berkerut mendengar jawaban ini karena memang bekerja di sana hanya sebagai kerja praktek dari perkuliahan dan tidak menghasilkan uang yang besar (orang2 instan). Saya sangat menikmati pekerjaan tersebut karena selain ilmu saya terasah dan bertambah, proyek dari dosen pun sering mengalir dan hamdulillah saya masih bisa memberi nenek uang balas budi per bulan walaupun cakupannya hanya 50rb, saya sangat bersyukur dengan pekerjaan saya yang berpenghasilan 150 rb per bulan B-). Namun saya pun mencoba melamar ke LIPI untuk membahagiakan orang tua, mungkin lebih ada alasan yang bisa dikemukakan bahwa saya sedang mencoba melamar kerja sehingga ortu pun bisa menceritakan pada teman2nya apa yang sedang dilakukan oleh saya :D. proses pun berlangsung dan Alhamdulillah saya lolos sampai tahap akhir, pada tahap akhir saya ditanya tentang tujuan saya melamar ke LIPI, lalu saya jawab dengan jujur bahwa saya melamar untuk menuntut dan mengasah ilmu saya, tapi aneh sang penanya menjadi berkerut dahinya…apakah ada yang salah dengan jawaban saya…setelah 3 minggu pengumuman pun muncul, dan hasilnya tidak diterima..sedangkan dua temanku difinal masuk menjadi CPNS LIPI…hahaha..sungguh aneh negeri ini…negeri yang penuh dengan ketidakjelasan dan kurangnya rasa apresiasi terhadap kejujuran.